(Achmad Samsudin*, 2008)
*Mahasiswa S2 Pendidikan IPA (Fisika SL) SPs UPI Bandung
Model Pembelajaran MMI
Beberapa pakar MMI (Muhammad, 2002; Setiawan, 2007), mengemukakan bahwa model pembelajaran MMI diartikan sebagai suatu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (message), merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Bentuk-bentuk media digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar agar menjadi lebih konkret. Pengajaran menggunakan media tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata (simbol verbal). Dengan demikian, dapat kita harapkan hasil pengalaman belajar lebih berarti bagi siswa. Muhammad (2002) menekankan pentingnya media sebagai alat untuk merangsang proses belajar.
Sutopo (2003) menjelaskan bahwa model MMI dalam banyak aplikasi, pengguna dapat memilih apa yang akan dikerjakan selanjutnya, bertanya, dan mendapatkan jawaban yang mempengaruhi komputer untuk mengerjakan fungsi selanjutnya. Model MMI mempunyai banyak aplikasi untuk menampilkan berbagai animasi dan simulasi, dalam hal ini simulasi dan animasi dalam konsep fisika. Siswa akan sangat tertolong dengan model MMI dalam memahami konsep yang abstrak. Karena MMI dapat membuat konsep yang bersifat abstrak tersebut menjadi lebih konkrit. Selanjutnya konsep yang sudah konkrit tersebut akan membuat siswa jadi lebih bermakna dalam pembelajarannya.
Aneka Ragam Media Pengajaran
Penelitian para ahli di Universitas California oleh Dr William Allen, dkk. dalam Jackson (1996), pada intinya menyatakan bahwa berbagai macam media pengajaran memberikan bantuan sangat besar kepada siswa dalam proses belajar mengajar. Namun demikian, peran guru juga menentukan terhadap efektifitas penggunaan media dalam pengajaran. Peran ini tercermin dari kemampuan memilih aneka ragam media pengajaran sesuai dengan situasi dan kondisi.
Aneka ragam media dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Muhammad (2002) dan Hartono (2007) membuat klasifikasi berdasarkan adanya tiga ciri, yaitu: suara (audio), bentuk (visual), dan gerak (motion).
Kegunaan Media
Sutopo (2003) menerangkan bahwa media dapat digunakan untuk bermacam-macam bidang pekerjaan, tergantung kreativitas untuk mengembangkannya. Aplikasi media dibagi menjadi beberapa kategori, di antaranya yaitu:
1. Presentasi bisnis 6. Teleconferencing
2. Pelatihan dan Pendidikan 7. Film
3. Penyampaian Informasi 8. Virtual reality
4. Promosi dan penjualan 9. Web
5. Produktivitas 10. Game
Dari sepuluh kegunaan dari media pengajaran di atas, yang digunakan dalam dunia pendidikan pada umumnya adalah poin kedua dan sembilan yaitu mengenai aplikasi pelatihan dan pendidikan serta aplikasi web. Komputer dengan MMI mulai mendapat perhatian pada saat digunakan untuk pelatihan dan pendidikan dari suatu keadaan pembelajaran fisika khususnya ke keadaan pembelajaran fisika yang lain. Presentasi media dapat menggunakan beberapa macam teks, chart, audio, video, animasi, simulasi, atau foto. Jika macam-macam komponen tersebut (teks, chart, audio, video, animasi, simulasi, atau foto) dapat digabungkan secara interaktif, hal itu dapat menghasilkan suatu pembelajaran yang efektif (Sutopo, 2003).
Konsep fisika yang banyak mengandung konsep-konsep abstrak, sangat terbantu oleh adanya Pembelajaran Berbasis Komputer (PBK) ini. Kita jadi mengerti, bagaimana media komputer dapat membantu pembelajaran fisika khususnya secara maksimal. Siregar (2008) mengatakan bahwa hyperteks (PBK) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa minimal 2 sigma. Maksudnya, pembelajaran dengan bantuan komputer, siswa dapat meningkat dalam hasil belajarnya minimal 2 tingkatan pencapaian. Hal ini juga banyak dijumpai dari hasil-hasil penelitian yang dikembangkan baik menggunakan MMI atau media komputer lainnya.
Pengajaran dengan Bantuan Komputer
Perkembangan zaman dapat ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih. Karena itu dalam proses pembelajaran perlu juga dikembangkan cara-cara mengajar yang baru pula, di antaranya ialah cara mengajar dengan mempergunakan komputer. Metode mengajar ini dikembangkan karena pertama-tama sudah jelas pada kehidupan modern di masa depan, komputer merupakan suatu alat yang penting. Dengan bantuan komputer dapat diajarkan cara-cara mencari inforamsi baru, yaitu dengan menyeleksi dan mengolah pertanyaan, sehingga terdapat jawaban terhadap suatu pertanyaan itu.
Roestiyah (2001) menjelaskan bahwa secara teori, komputer mempunyai kekuatan keahlian yang lebih daripada seorang guru, karena komputer dapat:
1. Menyimpan beberapa informasi
2. Memilih informasi tersebut dengan kecepatan yang tinggi
3. Menyajikan pada siswa dengan tanda diagram yang menantang
4. Memberi jawaban tipe kebutuhan siswa
5. Memberi umpan balik kepada siswa secara individual secepatnya
6. Memberikan informasi yang berbedaan dengan siswa yang berbeda pula.
Adapun keterbatasan media komputer menurut Arsyad (2002) adalah:
1. Meskipun harga perangkat keras komputer cenderung semakin menurun (murah), pengembangan perangkat lunaknya masih relatif mahal.
2. Untuk menggunakan komputer diperlukan pengetahuan dan keterampilan khusus tentang komputer.
3. Keragaman model komputer (perangkat komputer) sering menyebabkan program (software) yang tersedia untuk satu model tidak cocok dengan model yang lainnya.
4. Program yang tersedia saat ini belum memperhitungkan kreativitas siswa.
5. Komputer hanya efektif bila digunakan oleh satu orang atau beberapa orang dalam kelompok kecil.
Komputer dapat diprogram untuk dimanfaatkan dalam potensi mengajar dengan tiga cara, yaitu:
1. Tutorial
Dalam hal ini program menuntut komputer untuk berbuat sebagai seorang tutor yang memimpin siswa melalui urutan materi yang mereka harapkan menjadi pokok pengertian. Komputer dapat menemukan lingkup kesulitan tiap siswa, kemudian menjelaskan pendapat-pendapat yang ditemukan siswa, menggunakan contoh dan latihan yang tepat dan mentes siswa pada tiap langkah untuk mencek bagaimana siswa telah mengerti dengan baik.
2. Simulasi
Bentuk kedua pengajaran dengan komputer ialah untuk simulasi pada suatu keadaan khusus, atau sistem di mana siswa dapat berinteraksi. Siswa dapat menyebut informasi, sehingga dapat sampai pada jawabannya, karena mereka berpikir sehat, mencobakan interpretasinya dari prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Komputer akan menceritakan pada siswa apakah dampak dari keputusannya, terutama tentang reaksi dari kritikan atau pendapatnya.
3. Pengolahan Data
Rowntree (Roestiyah, 2001) menuliskan bahwa dalam hal ini komputer digunakan sebagai suatu penelitian sejumlah data yang luas atau memanipulasi data dengan kecepatan yang tinggi. Siswa dapat meminta kepada komputer untuk meneliti figur-figur tertentu, atau menghasilkan grafik dan gambar yang sulit/kompleks.
Menurut Hamalik (2003), ada tiga bentuk penggunaan komputer dalam kelas, yaitu untuk:
1. Mengajar siswa menjadi mampu membaca komputer atau Computer literate,
2. Mengajarkan dasar-dasar pemrograman dan pemecahan masalah dengan komputer,
3. Melayani siswa sebagai alat bantu pembelajaran.
Hamalik (2003) juga menjelaskan ada empat bentuk/jenis perangkat lunak pengajaran komputer, yaitu: (1) latihan dan praktik, (2) tutorial, (3) simulasi, (4) pengajaran dengan instruksi komputer (computer managed instruction).
Menurut Arsyad (2002), kriteria pemilihan media bersumber dari konsep bahwa media merupakan bagian dari instruksional secara keseluruhan. Untuk itu ada kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media, antara lain:
1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2. Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi.
3. Praktis, luwes, dan bertahan.
4. Guru terampil menggunakannya.
5. Pengelompokan sasaran.
6. Mutu teknis.
Harapan Penulis: Semoga Blog Pendidikan Sains ini membuka cakrawala baru mengenai dunia Pendidikan Sains umumnya dan Pendidikan Fisika khususnya. "Ilmu tanpa nurani adalah kehampaan,nurani tanpa ilmu adalah keniscayaan yang tak akan terwujud". "Kecerdasan seseorang bukan diukur hanya dari seberapa hebat dia menguasai ilmu, melainkan lebih pada bagaimana seseorang tersebut dapat memanfaatkan ilmunya"
Senin, 14 Januari 2008
Selasa, 08 Januari 2008
Muatan Listrik dikaji dari Hukum Coulomb dan Hukum QED
MUATAN (CHARGE)
Pengarang
Lewis Ryder
School of Physical Sciences, University of Kent, Canterbury, UK
Rujukan
Physics Education, March (2007) 141-145.
Intisari
§ Secara umum fakta yang diketahui dengan baik tentang muatan listrik seperti penolakan muatan, tidak seperti penarikan muatan. Gaya penolakan atau penarikan muatan dinyatakan dengan Hukum Coulomb .
§ Muatan listrik q1 membentuk dirinya sendiri medan listrik .
§ Medan listrik adalah minus dari gradien Potensial Coulomb V .
§ Sesuai pengembangan Teori Maxwell, seperti halnya kelistrikan, di sini juga terjadi fenomena kemagnetan.
§ Kombinasi antara Persamaan Maxwell dengan Teori Quantum, cara yang paling sederhana mengenai dua partikel bermuatan menginteraksikan dalam ”pertukaran” satu foton diantara keduanya. Seperti pada Figur 1.
§ Dari Hukum Coulomb ke QED (Quantum Electrodynamics), kita memiliki cara yang panjang. Muatan listrik sebagai sumber untuk medan (medan magnetik); medan terkuantisasi dan kuanta sebagai foton; partikelnya memiliki massa nol.
Pendapat Pribadi
Dalam suatu eksperimen, jika kita hendak merumuskan secara alamiah banyak faktor yang terlibat. Begitu juga dalam studi muatan listrik ini. Ternyata bukan hanya konsep-konsep listrik saja, melainkan juga konsep-konsep gelombang dan Teori Quantum. Perpaduan dari Hukum Maxwell dengan Teori Quantum menghasilkan Quantum Electrodynamics (QED). Dengan kompleksitas kajian dari hukum-hukum yang terlibat seperti hukum Coulomb dan hukum grabitasi, serta teori quantum yang dipadukan dalam satu hukum tentang QED, tentu saja tidak kita jumpai dalam pembelajaran fisika di lingkungan sekolah lanjutan. Tetapi, di sekolah lanjutan sudah dibelajarkan untuk masing-masing teori secara terpisah dan lebih sederhana. Walaupun demikian, kajian dari artikel ini dapat memberikan masukan sebagai informasi baru baik bagi siswa, guru, mahasiswa, dan pembaca pada umumnya.
Pertanyaan
Bagaimanakah Teori Listrik Lemah (Electroweak Theory) berkembang? dan Apakah kajian utama dari teori ini?
Artikel dinalisis oleh Achmad Samsudin
2008
Sabtu, 05 Januari 2008
PARADIGMA PEMBELAJARAN SAINS DI KALANGAN SANTRI
Sains merupakan salah satu disiplin ilmu yang cukup familiar terdengar di kalangan akademisi umum. Tetapi apakah Sains cukup familiar di kalangan pesantren? Ternyata, Sains kurang begitu familiar di kalangan para santri. Karena wawasan kita selama ini masih terbelenggu pada dikotomi yang kurang tepat mengenai ilmu ”dunia” dan ”akhirat”. Sehingga para santri cenderung enggan belajar ilmu-ilmu non-agamis. Mereka masih berpandangan bahwa ”ilmu dunia” kurang memberikan jaminan di kehidupan di akhirat. ”Ilmu dunia” cenderung diacuhkan dan kurang diperhatikan oleh para santri di lingkungan sekolah yang berada di pondok pesantren. Sekolah formal di lingkungan pondok pesantren hanya memasukkan materi subyek Sains sebagai tuntutan kurikulum belaka. Sehingga pembelajarannya cenderung ”asal hanya ada saja”. Lebih parah lagi guru yang mengampu materi subyek Sains bukan orang berlatar belakang pendidikan Sains (Fisika, Kimia, dan Biologi). Sehingga para santri sangat enggan belajar ilmu-ilmu yang konon katanya tidak berlandaskan agama itu. Padahal, perkembangan Sains dan Teknologi yang begitu pesat sekarang ini menuntut semua kalangan untuk bisa memanfaatkan maupun mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita mengacuhkan Sains dalam kehidupan, maka kita hanya akan terbelenggu pada pembelajaran yang bersifat konvensional belaka.
Munculnya pondok pesantren yang bernafaskan modern, cukup memberikan angin segar dengan perkembangan pembelajaran Sains pada khususnya dan pembelajaran materi subyek di luar lingkungan keagamaan. Walaupun begitu, perkembangan ini tidak begitu pesat sesuai yang diharapkan. Karena paradigma dikotomi ”ilmu agama” dan ”ilmu dunia” masih melekat di benak para santri. Selain itu, profesionalisme guru (ustadz) yang mengajarkan materi subyek Sains perlu untuk ditingkatkan lagi. Baik dari segi kuantitas yang masih sangat kurang, maupun kualitasnya yang cenderung tertinggal bila dibandingkan dengan sekolah formal di luar lingkungan pesantren (lembaga keagamaan) seperti DEPAG.
Baru-baru ini, DEPAG memberikan kucuran beasiswa bagi kalangan guru di lingkungan DEPAG (guru Sains di pesantren, MTs, dan MA) untuk melanjutkan studi Strata 2 (S2) di Perguruan Tinggi yang cukup bonafit di Indonesia seperti: ITB, UGM, ITS, dll. Apakah langkah ini sudah memberikan solusi terbaik? Menurut hemat penulis, langkah ini sudah memberikan solusi tetapi belum bisa memecahkan masalah intinya. Masalah yang dihadapi santri berkutat pada perlu tidaknya mereka belajar ilmu yang tidak menyangkut dalil-dalil agama di dalamnya (claim santri). Dengan menyekolahkan guru Sains (Fisika) di Perti yang bukan berlandaskan pendidikan, secara konsep guru-guru tersebut akan jauh meningkat di bandingkan aslinya. Tetapi, apakah mereka bisa menerapkannya di lingkungan kerjanya kelak? Pembelajaran tidak melulu mengenai penguasaan konsep saja, pedagogi melebihi dari hal itu. Jika kita tidak mengetahui strategi apa yang harus diterapkan dalam pembelajaran Sains di lingkungan pesantren, kita akan terjebak pada matematis dan logika ilmu belaka. Tidak ada gunanya guru yang memiliki wawasan yang luas, tetapi mereka tidak bisa membelajarkan siswanya (santrinya) dengan baik. Karena pembelajaran Sains (Fisika) tanpa menggunakan pedagogi (ilmu pendidikan dalam konteks strategi pembelajaran) akan hambar dan kurang bermakna. Seperti kata pepatah lama mengatakan ”bagai makan sayur tanpa garam”. Walaupun kita sudah merasa makan sayur (merasa membelajarkan para santri) tentang pendidikan Sains, sebenarnya kita (Guru) belum membubuinya dengan garam (melakukan pembelajaran dengan pedagogi) secara benar. Pembelajaran akan berjalan selayaknya yang guru dapatkan di perti, yaitu dengan intelektual dan idealitas keilmuwan yang tinggi dan cenderung mengabaikan pedagogi yang seharusnya. Sehingga pembelajaran cenderung kurang humanis (memanusiakan manusia), karena siswa akan dijejali dengan latihan-latihan soal tanpa mereka tahu fenomena alam yang lebih bermakna.
Perkembangan Sains dan teknologi yang sangat pesat sekarang ini, mau tidak mau para santri pada khususnya dan siswa pada umumnya harus selalu siap menghadapinya. Jika pembelajaran Sains saja belum bisa dikuasai dengan baik oleh para santri, maka santri akan terkungkung pada kajian ilmu agama saja. Sehingga kehidupan keilmuan mereka akan timpang dan tidak berimbang. Maka mereka akan cenderung menjadi manusia yang mengabaikan kehidupan dunianya. Jika umat Islam pada umumnya dan para santri sebagai generasi muda acuh terhadap perkembangan Sains dan teknologi, maka yang terjadi kita akan selalu tertindas oleh ”Globalisasi” yang didengung-dengungkan orang Barat.
Sains memang bukan ilmu utama bagi kalangan santri, tetapi tanpa Sains hidup di dunia menjadi kurang bermakna. Karena Sains berasal dari alam, tanpa kita tadabur dengan alam, kita tidak akan bisa mensyukuri nikmat Allah yang tiada taranya ini. Makanya kita jangan mendikotomikan ilmu sesuai pemahaman kita saja yaitu ”ilmu dunia” dan ”ilmu akhirat”. Padahal sesuai pemahaman penulis, semua ilmu berasal dari Sang Maha Mengetahui (Allah SWT).
Oleh:
Achmad Samsudin, S.Pd.
Ex. Guru Fisika di Pondok Modern Selamat Kendal Jateng
Sekarang sedang melanjutkan studi S2 Pendidikan IPA/ Fisika SL SPs UPI Bandung
Alamat Rumah:
Ds. Johorejo Rt 4 Rw 1 Gemuh Kendal Jateng Kode Pos 51356
Munculnya pondok pesantren yang bernafaskan modern, cukup memberikan angin segar dengan perkembangan pembelajaran Sains pada khususnya dan pembelajaran materi subyek di luar lingkungan keagamaan. Walaupun begitu, perkembangan ini tidak begitu pesat sesuai yang diharapkan. Karena paradigma dikotomi ”ilmu agama” dan ”ilmu dunia” masih melekat di benak para santri. Selain itu, profesionalisme guru (ustadz) yang mengajarkan materi subyek Sains perlu untuk ditingkatkan lagi. Baik dari segi kuantitas yang masih sangat kurang, maupun kualitasnya yang cenderung tertinggal bila dibandingkan dengan sekolah formal di luar lingkungan pesantren (lembaga keagamaan) seperti DEPAG.
Baru-baru ini, DEPAG memberikan kucuran beasiswa bagi kalangan guru di lingkungan DEPAG (guru Sains di pesantren, MTs, dan MA) untuk melanjutkan studi Strata 2 (S2) di Perguruan Tinggi yang cukup bonafit di Indonesia seperti: ITB, UGM, ITS, dll. Apakah langkah ini sudah memberikan solusi terbaik? Menurut hemat penulis, langkah ini sudah memberikan solusi tetapi belum bisa memecahkan masalah intinya. Masalah yang dihadapi santri berkutat pada perlu tidaknya mereka belajar ilmu yang tidak menyangkut dalil-dalil agama di dalamnya (claim santri). Dengan menyekolahkan guru Sains (Fisika) di Perti yang bukan berlandaskan pendidikan, secara konsep guru-guru tersebut akan jauh meningkat di bandingkan aslinya. Tetapi, apakah mereka bisa menerapkannya di lingkungan kerjanya kelak? Pembelajaran tidak melulu mengenai penguasaan konsep saja, pedagogi melebihi dari hal itu. Jika kita tidak mengetahui strategi apa yang harus diterapkan dalam pembelajaran Sains di lingkungan pesantren, kita akan terjebak pada matematis dan logika ilmu belaka. Tidak ada gunanya guru yang memiliki wawasan yang luas, tetapi mereka tidak bisa membelajarkan siswanya (santrinya) dengan baik. Karena pembelajaran Sains (Fisika) tanpa menggunakan pedagogi (ilmu pendidikan dalam konteks strategi pembelajaran) akan hambar dan kurang bermakna. Seperti kata pepatah lama mengatakan ”bagai makan sayur tanpa garam”. Walaupun kita sudah merasa makan sayur (merasa membelajarkan para santri) tentang pendidikan Sains, sebenarnya kita (Guru) belum membubuinya dengan garam (melakukan pembelajaran dengan pedagogi) secara benar. Pembelajaran akan berjalan selayaknya yang guru dapatkan di perti, yaitu dengan intelektual dan idealitas keilmuwan yang tinggi dan cenderung mengabaikan pedagogi yang seharusnya. Sehingga pembelajaran cenderung kurang humanis (memanusiakan manusia), karena siswa akan dijejali dengan latihan-latihan soal tanpa mereka tahu fenomena alam yang lebih bermakna.
Perkembangan Sains dan teknologi yang sangat pesat sekarang ini, mau tidak mau para santri pada khususnya dan siswa pada umumnya harus selalu siap menghadapinya. Jika pembelajaran Sains saja belum bisa dikuasai dengan baik oleh para santri, maka santri akan terkungkung pada kajian ilmu agama saja. Sehingga kehidupan keilmuan mereka akan timpang dan tidak berimbang. Maka mereka akan cenderung menjadi manusia yang mengabaikan kehidupan dunianya. Jika umat Islam pada umumnya dan para santri sebagai generasi muda acuh terhadap perkembangan Sains dan teknologi, maka yang terjadi kita akan selalu tertindas oleh ”Globalisasi” yang didengung-dengungkan orang Barat.
Sains memang bukan ilmu utama bagi kalangan santri, tetapi tanpa Sains hidup di dunia menjadi kurang bermakna. Karena Sains berasal dari alam, tanpa kita tadabur dengan alam, kita tidak akan bisa mensyukuri nikmat Allah yang tiada taranya ini. Makanya kita jangan mendikotomikan ilmu sesuai pemahaman kita saja yaitu ”ilmu dunia” dan ”ilmu akhirat”. Padahal sesuai pemahaman penulis, semua ilmu berasal dari Sang Maha Mengetahui (Allah SWT).
Oleh:
Achmad Samsudin, S.Pd.
Ex. Guru Fisika di Pondok Modern Selamat Kendal Jateng
Sekarang sedang melanjutkan studi S2 Pendidikan IPA/ Fisika SL SPs UPI Bandung
Alamat Rumah:
Ds. Johorejo Rt 4 Rw 1 Gemuh Kendal Jateng Kode Pos 51356
Langganan:
Postingan (Atom)